
Naik gunung tanpa minum kopi ibarat makan nasi padang tanpa kuah—kurang lengkap. Memang, bukan rahasia lagi, ternyata anak-anak pendaki gunung itu banyak juga merupakan pecinta kopi. Setidaknya kopi sachet, pasti saja ada sesi ngopi ketika naik gunung. Buat kalian yang ingin menikmati seduhan kopi terbaik ketika bertualang di alam bebas, Anda perlu memperhatikan beberapa hal, dari mulai manajemen logistik hingga manajemen air. Nah, agar sesi minum kopi saat naik gunung jadi makin mantap, tak ada salahnya mencoba beberapa tips dan trik berikut:
Minum Kopi Saat Naik Gunung Makin Seru
Bawa kopi single origin dalam bentuk bubuk
Biasanya, agar praktis, para pendaki membawa kopi sobek. Kopi jenis ini memang pas sekali untuk dibawa naik gunung. Anda hanya perlu menyobek bungkus kopi, menyeduhnya dengan air panas, lalu menyeruputnya. Namun, jika ingin merasakan pengalaman berbeda, cobalah membawa kopi single origin.
Secangkir kopi single origin memang akan terasa lebih segar jika roasted bean digiling sesaat sebelum diseduh. Namun, membawa roasted bean ke gunung bisa jadi hanya akan merepotkan diri sendiri. Pertama, Anda harus menyediakan ruang dalam keril untuk grinder. Kedua, Anda mesti buang-buang tenaga untuk menggiling kopi. Kecuali jika Anda benar-benar menginginkannya, maka lebih baik membawa kopi yang digiling sebelum keberangkatan.
Membawa kopi dalam bentuk bubuk adalah pilihan yang paling bijaksana. Jika ada anggaran untuk membeli kopi bubuk, belilah dulu sebelum berangkat. Kalau mau berhemat, Anda bisa menggiling stok biji kopi sesaat sebelum packing—sekalian pemanasan.
Pilih alat seduh yang aman dibawa, tak memakan tempat, dan tidak menghasilkan sampah
Sekarang sudah banyak sekali alat-alat seduh ringkas yang beredar di pasaran.
Jika ingin membuat espresso untuk meracik Americano atau long black, Anda bisa membawa alat ringkas seperi Nanopresso. Untuk menikmati kopi ringan ala French press, Anda bisa mencari plunger yang khusus dibuat untuk kegiatan alam bebas, misalnya mug Coffee Plunger keluaran Kathmandu. Moka pot juga praktis untuk menyeduh kopi di gunung; Anda hanya perlu meletakkan moka pot di kompor dan menunggu sampai kopi selesai diekstraksi. Untuk menyeduh dengan metode pour over, Anda bisa membeli GSI Ultralight Java Drip Coffee Maker.
Baca Juga: 6 Alat Seduh Kopi Murah untuk di Rumah
Lalu, bagaimana dengan drip bag? Bukannya drip bag cocok untuk dibawa bertualang? Drip bag memang praktis, namun menghasilkan sampah. Jika Anda tetap ngotot membawa drip bag, pastikan bahwa Anda membawanya turun. Kalau bisa sekalian dibawa kembali ke rumah agar tidak menambah tumpukan sampah di sekitar base camp pendakian.
Tak perlu bawa ketel leher angsa
Membawa ketel leher angsa hanya akan membuat keril Anda semakin berat. Manfaatkan saja perlengkapan pendakian untuk menggantikan fungsi ketel leher angsa. Jika Anda membawa Trangia, ketel kecilnya bisa Anda gunakan untuk pouring. Kalau tidak ada, Anda bisa menggunakan nesting atau panci outdoor apa pun yang tersedia.
Pisahkan air minum biasa dengan air untuk menyeduh kopi
Salah satu hal yang paling penting saat naik gunung adalah manajemen air, terlebih jika gunung yang didaki cukup kering dan hanya punya sedikit sumber air di jalur pendakian. Karena minum kopi bukanlah kebutuhan primer, sebaiknya aktivitas leisure ini tidak mengacaukan manajemen air Anda.
Ada baiknya untuk memisahkan air minum biasa dengan air untuk menyeduh kopi. Biasanya, untuk pendakian 2 hari 1 malam, seorang pendaki gunung akan membawa 4,5 liter (3 botol besar) air mineral. Untuk menyeduh kopi, Anda bisa membawa sebotol air mineral ekstra. Jika air untuk menyeduh kopi itu tidak habis, Anda bisa meminumnya dalam perjalanan turun.
Bawa termos agar suhu kopi tetap terjaga
Ketika di gunung, kopi yang baru saja Anda seduh dengan air panas akan segera dingin. Jika Anda hanya menyeduh kopi dalam jumlah yang sedikit, itu tak menjadi masalah karena kopi akan cepat habis. Namun, jika Anda menyeduh kopi dalam jumlah banyak dan tidak habis, Anda mesti repot-repot menghangatkannya kembali agar tetap enak diseruput. Selain buang-buang waktu, menghangatkan kopi hanya akan buang-buang gas yang semestinya bisa Anda gunakan untuk keperluan lain yang lebih penting, misalnya memasak makanan.
Agar kopi tak cepat dingin, Anda perlu membawa termos kecil. Beberapa vendor peralatan outdoor lokal sudah mengeluarkan termos yang khusus dirancang untuk kegiatan alam bebas. Siang hari ketika berjalan, Anda bisa menggunakan termos itu untuk menyimpan air putih biasa. Di malam hari Anda bisa menjadikan termos itu sebagai wadah kopi. Sebelum tidur, Anda bisa meletakkan termos itu dalam sleeping bag agar kantong tidur Anda terasa hangat.
Minum kopi saat naik gunung, coba “cold brew”
Ada kalanya gunung terasa seperti kulkas raksasa, terlebih di musim kemarau. Di gunung-gunung seperti Argopuro atau Pangrango, suhu pada puncak musim kemarau bisa mencapai 0°C, bahkan minus—hanya beberapa derajat lebih dingin ketimbang suhu dalam kulkas (sekitar 4°C).
Jika suka bereksperimen, Anda bisa mencoba membuat kopi cold brew saat naik gunung. Caranya mudah saja. Anda hanya perlu merendam bubuk kopi di dalam air bersih dan taruh di luar semalaman. Rasanya mungkin tak seenak cold brew buatan kafe, namun sudah cukup untuk membuat Anda melek sebelum memulai perjalanan menuju puncak.
Bersihkan alat seduh dengan kanebo
Setelah digunakan, tentu Anda perlu membersihkan alat seduh. Agar tak menambah sampah, hindari membersihkannya dengan tisu. Sebagai gantinya, Anda bisa mengelap alat seduh kopi dengan kanebo basah atau handuk portabel berbahan mirip kanebo.
Semoga beberapa tips dan trik di atas bisa membuat sesi-sesi kalian minum kopi saat naik gunung jadi makin seru. Jadi, kapan naik gunung?
