Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia: Aktor-aktor yang paling menentukan

Industri perantara kopi - Aktor-aktor Utama dalam Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia

Dari 2015-2019, jumlah produksi kopi Indonesia terus mengalami peningkatan. Per November 2020, produksi kopi Indonesia mencapai 773.400 ton, naik sekitar 12 ribu ton dari tahun sebelumnya. Indonesia pun makin kokoh menempati peringkat keempat dalam daftar negara penghasil kopi dunia, setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Produksi kopi yang demikian besar tak lepas dari peran berbagai aktor dalam rantai pasok industri kopi Indonesia.

Dari mulai hulu sampai hilir, keterhubungan rantai pasok ini terus membaik. Walaupun belum menghasilkan sistem supply chain yang canggih, keterhubungan rantai pasok industri kopi Indonesia semakin memperlihatkan adanya kerjasama, baik dari segi pengembangan produk kopi maupun pengendalian kualitas.

Para pemain industri hilir mulai aktif berkomunikasi dan bekerjasama dengan para petani tentang standar kualitas mereka. Para petani pun mulai mengikuti anjuran para pemain industri hilir untuk meningkatkan kualitas, seperti petik merah, cek kadar air, dan sebagainya.

Untuk memahami seluk beluk rantai pasok ini, simak siapa saja aktor-aktor penting ini.

Aktor-aktor Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia

Petani Panen Kopi - Aktor-aktor Utama dalam Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia
Petani Panen Kopi – salah satu aktor terpenting dalam rantai pasok industri kopi

Petani

Meskipun dari segi produksi kopi hanya menempati peringkat keempat, dari sisi jumlah petani Indonesia berada pada posisi ketiga.

Tahun 2019, jumlah petani kopi di Indonesia diperkirakan mencapai 1,3 juta orang, hanya kalah dari Etiopia (2,2 juta) dan Uganda (1,7 juta). Kolombia, negara produsen kopi nomor tiga di dunia, hanya memiliki 0,7 juta petani. Sementara di Vietnam, negara produsen terbesar kedua, lahan perkebunan kopi dikelola oleh 0,6 juta petani.

Di Indonesia, sebagian petani menjual kopi dalam bentuk ceri, sementara sebagian lainnya memproses kopi sampai menjadi biji hijau (green bean).

Baca juga: Dasar-dasar Pengelolaan Kebun Kopi

Koperasi atau kelompok tani

Keterbatasan akses informasi tak jarang membuat para petani kopi dirugikan saat menjual ceri atau biji hijau ke pedagang pengumpul (pengepul).

Koperasi atau kelompok tani muncul untuk melindungi para petani dari pedagang-pedagang pengumpul nakal yang mematok harga seenaknya. Keberadaan koperasi atau kelompok tani ini bisa membuat rantai pasok menjadi lebih efisien, sebab mereka dapat langsung menjual green bean kepada konsumen tanpa melibatkan pihak lain.

Selain memberikan keuntungan langsung secara finansial kepada para petani, koperasi juga membekali petani dengan pengetahuan budi daya kopi agar kualitas panen terus meningkat dari tahun ke tahun.

Salah satu contoh koperasi yang berhasil memajukan perekonomian petani adalah Koperasi Solok Radjo di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Setelah koperasi tersebut didirikan, keuntungan yang diterima petani kopi arabika Solok mengalami peningkatan dan single origin Solok Radjo makin dikenal penikmat kopi.

Industri perantara kopi - Aktor-aktor Utama dalam Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia
Industri perantara kopi – salah satu penentu supply chain kopi

Pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang perantara

Di wilayah-wilayah yang koperasi atau kelompok tani kopinya kurang eksis, kopi akan berpindah tangan kepada para pedagang pengumpul.

Sekitar 90% hasil kopi di Indonesia dibeli oleh para pedagang pengumpul. Di seluruh Indonesia jumlah pengepul diperkirakan mencapai 4.000 orang. Biasanya, selain membeli hasil panen, para pedagang pengepul ini akan memberikan pinjaman, akses pada benih dan pupuk berkualitas, bahkan pelatihan—meskipun ada pula yang nakal dan hanya mencari keuntungan.

Setelah membeli kopi dari petani, para pengepul ini kemudian akan menjualnya pada pedagang besar. Selanjutnya, para pedagang besar tersebut akan menawarkan kopi yang sudah diproses kepada roaster domestik, pabrik, pedagang besar lain, dan eksportir kopi.

Selain pedagang pengumpul dan pedagang besar, dalam industri kopi ada pula yang disebut dengan pedagang perantara (agen).

Eksportir

Dari pedagang besar, kopi akan berpindah ke aktor-aktor lain, salah satunya adalah eksportir. Meskipun konsumsi kopi dalam negeri terus meningkat, sebagian besar dari produksi kopi Indonesia (60-70%) memang masih dilempar ke pasar luar negeri.

Tahun 2016, Amerika Serikat menjadi tujuan utama ekspor kopi Indonesia, diikuti Jerman, Malaysia, Italia, Jepang, Rusia, Mesir, Inggris, Belgia, dan Kanada.

Kopi 76 sendiri telah bekerja sama dengan beberapa eksportir ternama di Indonesia, seperti Java Frinsa Java Estate dari Kabupaten Bandung yang telah berdiri sejak 2012.

Frinsa, Eksportir Kopi dari Bandung, Jawa Barat - Aktor-aktor Utama dalam Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia
Frinsa, Eksportir Kopi dari Bandung, Jawa Barat, salah satu perusahaan rekanan dari Kopi 76

Pabrik dan roastery lokal

Dari berbagai daerah di Indonesia, entah disalurkan oleh koperasi atau pedagang besar, kopi akan sampai di pabrik dan roastery lokal. Di pabrik, kopi akan diolah dan dikemas sebagai roasted bean atau kopi bubuk instan, kemudian didistribusikan ke pasar, supermarket, dan warung.

Sementara itu, kopi yang diterima roastery lokal, biasanya dalam bentuk single origin atau campuran (blend), akan disalurkan ke kedai-kedai kopi setempat atau didistribusikan langsung kepada konsumen akhir.

Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia: Kedai kopi atau kafe

Setelah melewati proses yang panjang, kopi akhirnya tiba di salah satu ujung tombak industri kopi, yakni kedai kopi. Jumlah kedai kopi di Indonesia terus mengalami kenaikan. Menurut data tahun 2019, jumlah kedai kopi di seluruh Indonesia mencapai angka 3.000.

Selain membeli kopi dari roastery atau pedagang besar, banyak juga kedai kopi Indonesia yang mengambil langsung biji kopinya dari petani dalam bentuk green bean.

Di kedai kopi, biji kopi yang sudah disangrai akan diracik menjadi aneka minuman olahan kopi untuk dinikmati oleh konsumen akhir.

Baca Juga: Sejarah Budidaya Kopi di Indonesia

Konsumen akhir: Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia

Aktor terakhir dalam rantai pasok industri kopi di Indonesia tentu saja adalah konsumen.

Seiring dengan meningkatnya produksi kopi Indonesia, tingkat konsumsi kopi juga semakin tinggi. Antara 2008-2019, tingkat konsumsi kopi di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup tajam, yakni sekitar 44%. Akhir 2019 kemarin, konsumsi kopi nasional mencapai 1,13 kg per kapita per tahun.

Manajemen rantai pasokan kopi di Indonesia sangat beragam. Tiap wilayah memiliki cara kerjanya masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

Di wilayah-wilayah yang memproduksi robusta, misalnya, manajemen rantai pasok akan melibatkan aktor-aktor besar seperti pabrik kopi atau produsen kopi bubuk. Sementara, di daerah-daerah penghasil arabika, misalnya Gayo, kopi akan lebih banyak diserap oleh kafe lokal, pedagang besar kopi specialty, dan importir yang akan mengapalkan kopi ke pasar luar negeri.

Para pecinta kopi - Aktor-aktor Utama dalam Rantai Pasok Industri Kopi Indonesia
Para pecinta kopi – Aktor terakhir dari rantai pasok industri kopi yang sangat menentukan kesuksesan dari seluruh rantai pasok